Penyebaran Omicron Tak Terbendung, Ini Saran Guru Besar FKUI

Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, mengatakan kasus Covid-19 varian Omicron terus bertambah. Saat ini hampir 100 negara di dunia yang sudah mendeteksi varian Covid-19 yang sudah dikelompokkan ke dalam varian of concern (VOC) oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO itu.

“Penyebaran di dunia nampaknya tidak terbendung lagi,” ujar dia dalam keterangan tertulis pada Selasa, 21 desember 2021.

Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu, mengatakan pada 16 Desember 2021 para menteri kesehatan negara anggota G7 sudah menyebut Omicron sebagai ancaman besar bagi masyarakat di dunia.

Tjandra menyarankan akan lebih baik jika para menteri kesehatan dari negara anggota G20 di bawah Presidensi Indonesia juga mengambil sikap yang sama, sehingga bisa sejalan dengan konsep Tata Ulang Arsitektur Kesehatan Global yang disampaikan Presiden Jokowi.

Selain itu, juga perlu segera mengidentifikasi sudah seberapa besar penularan di masyarakat. Kasus pertama, misalnya, diberitakan diduga tertular dari warga yang baru pulang dari Afrika Selatan.

Tentu akan lebih baik jika diinformasikan juga siapa saja anggota masyarakat lain yang sudah tertular, apakah semua sudah dikarantina, ke tempat mana saja mereka berkunjung, sehingga masyarakat lain yang juga berkunjung ke tempat yang sama bisa waspada. “Demikian juga dengan kasus-kasus lainnya yang sudah ada sekarang dan yang mungkin akan ada lagi di hari-hari mendatang,” kata Tjandra.

Selain itu, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu juga meminta agar memperketat kemungkinan tambahan kasus lagi dari luar negeri. Caranya, dengan membatasi yang masuk, melakukan karantina yang ketat sampai 14 hari, dan jangan sampai ada yang lolos dengan berbagai alasan.

Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan itu juga menerangkan bahwa Indonesia harus berharap yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk. Dari kacamata kesehatan, Tjandra berujar, maka sudah harus disiagakan fasilitas layanan kesehatan, bukan hanya rumah sakit, tapi juga pelayanan kesehatan primer.

Perlu juga disiapkan daftar tenaga kesehatan jika nanti diperlukan, termasuk juga obat dan alat kesehatan. Sebaiknya, Tjandra menambahkan, sekarang sudah dilakukan setidaknya simulasi dalam bentuk ‘table top exercise’ dan lainnya. “Masyarakat juga harus disiapkan untuk kemungkinan apa yang harus dilakukan kalau ada peningkatan kasus dan identifikasi klaster,” ujar dia.

Sementara di luar aspek kesehatan, perlu diantisipasi dampak sosial, ekonomi, bahkan juga politik yang mungkin terjadi. “Yang juga sangat penting adalah komunikasi publik yang baik, transparan, konsisten dan responsif.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *